Prolog tragedy 9 Februari 2015
Senin, 9 Februari 2015, adalah
hari yang gue rasa nggak mungkin gue lupain seumur hidup gue. Ya semua orang
tahu, se Indonesia raya pun tahu bahwa di tanggal itu Kota Jakarta tercinta
ini, dilanda musibah banjir. Walaupun bukan siklus banjir 5 tahunan, namun bisa
dibilang cukup parah, karena juga membuat kawasan Ring 1 (Istana Negara dan
sekitarnya kebanjiran juga).
Di hari itu juga gue
menjadi korban banjir juga, yang nyaris membuat gue nggak bisa pulang ke rumah,
dan harus berjuang untuk bisa pulang ke rumah.
Dan saat itu gue merasa begitu kecilnya kita dimata Sang Pencipta, di
tengah musibah ini.
Alhamdulilah semua
bisa dilalui juga. Dan disini akan gue paparkan gimana rasanya ikut menjadi dan
merasakan yang namanya Banjir. So,enjoy the story!
Ngantor seperti biasa, parkiran Apartemen Centro masih aman.
Aktivitas gue di hari
itu, gue awali seperti biasa siklus karyawan pada umumnya. Bangun pagi, sholat
subuh, sarapan, (sebelumhya mandi lho ya!), dan siap siap ngantor. Jam "Orient"
di dinding rumah menunjukkan pukul 05.50. Jarak rumah – kantor yang cukup
lumayan, yaitu 33 km, membentang dari Jakarta Timur menuju ke Jakarta Barat,
tepatnya di Jalan Daan Mogot raya (seberang Indosiar) yang merupakan tempat
tujuan gue. Hari ini masih gerimis saja, namun sehari sebelumnya di hari
Minggu, hujan turun nggak berhenti di Jakarta.
Gue pun berangkat
kerja di jam 06.00 pas dengan style celana panjang bahan, kaos oblong, dan
sendal swallow serta balutan Jas Hujan Rosida xxxxl yang menemani perjalanan
gue kali ini. Baju kemeja dan sepatu gue bungkus kantong plastik, dan gue
masukkan ke tas travel time gue, yang dilanjutkan di packing dengan rapi di box
givi type e20 yang terpasang di bokong Vinny (my lovely bike, Vixion 2010)
sebagai top box (karena desain aslinya untuk side box).
Lanjut ritual harian
dari rumah ke Kantor pusat di seberang Indosiar, terbilang biasa, kemacetan
tandar aja di beberapa titik, seperti di Cawang BNN, Jembatan stasiun Cawang,
Casablanca dan Tanah abang. Jam di BB 9650 gue menunjukkan 08.05 saat sampe di
parkiran apartemen Centro. Karena masih gerimis, dengan cueknya peralatan
tempur tetep gue pake sampe ke kantor. Jadi bisa dibilang isi box saat gue saat
itu kosong. Bahkan helm pun masih gue pake, karena saat itu gerimisnya masih cukup
deras.
Dikarenakan kondisi
kantor yang sedang renovasi, maka pihak kantor pun memutuskan untuk memindahkan
parkiran motor. Tepatnya di apartemen Centro, di gg.macan (belakang kfc daan
mogot), seberang BCA. Jaraknya lumayan, kurang lebih hampir 1 km. Tapi gpp, itung
itung olaharaga, hehehe.
Di gedung inilah si Vinny parkir. Parkirannya di sebelah kanan dari gerbang ini ada gedung kantor pemasaran, dan areanya buat parkir motor. (gambar dari google)
Sampe kantor pun biasa, bebersih
dan berganti pakaian, namun tetap bersandal jepit, dengan alasan masih
basah..hahaha… Di ruangan kantor saat itu gue adalah peserta pertama yang
datang. Biasa, karyawan teladan…hahaha…
Jaket dan helm pun gue taro di meja yang masih kosong di ruangan gue, hehehe......
Datangnya dua rekan Kerja, dan Situasi terbaru Jakarta.
Waktu terus berjalan,
dan sudah masuk waktu kerja gue di jam 08.30 pagi. Gue nyalain laptop, dan memulai
pekerjaan seperti biasa. Kemudian datanglah satu per satu rekan rekan kerja gue
di satu departemen ini dateng. Ada Pak Edison yang tinggal di daerah Ciracas
baru tiba jam 09.00. Dilanjut 09.15 Manager gue juga baru dateng, dengan alasan
macet juga. Disitu kita juga masih sempat berbincang soal hujan di Jakarta yang
masih terus turun. Oh ya, dua rekan gue
yang lain, Rizal dan David sedang berada di cabang Tanah tinggi tangerang dan
Erwin tidak masuk karena sedang sakit.
Waktu terus berjalan,
jam di dinding menunjukkan pukul 10.00. Nggak lama setela itu, muncul dua rekan
gue, yaitu Ando, dan section head gue Rudolf. Muka lelah terpancar dari mereka berdua. Ya,
mereka bikers juga. Ando dari UKI tempat dia menitipkan motornya karena dia
tinggal di Cikarang, Rudolf dari Jati Asih. Mereka juga membawa jas hujan
mereka yang sudah mereka lipat dan dimasukkan dalam kantong plastik.
Terlibatlah percakapan diantara gue bertiga.
G (gue), A (Ando), R
(Rudolf)
G : “ woi bro…tumben
baru sampe kalian bertiga?”
A : “iya bro, macet
gila sepanjang jalan Gatsu..beberapa titik air udah menggenang”
R : “Sama bro, area
Casablanca sama Roxy juga udah mulai macet dan sedikit tergenang”
G : “ouww parah juga
ya?”
Nggak gue sangka,
berbeda kurang lebih 2 jam, bisa membuat kondisi jalanan Jakarta menjadi
berbeda dari biasanya. Namun saat itu kita masih belum kepikiran jakarta akan
kebanjiran.
Bercanda lihat berita Banjir Jakarta di Internet
Selesai obrolan kerja
dilanjut. Bahkan sesekali kita melempar candaan tentang hujan kali ini yang
masih terus turun. Disela sela kerja kita juga melihat kondisi Jakarta
terupdate, mulai dari situs berita, sampe dari status media sosial. Saat itu
bisa dibilang kita semua bersyukur, karena bisa sampe kantor tanpa harus kena
macet parah.
Obrolan santai,
sedikit menjadi agak menjadi perhatian kami semua, ketika Manager kami memberi
tahu bahwa salah seorang temannya (dari kantor lain) memberi kabar bahwa dia
stuk di tol dalam kota karena macet. Dan kondisi dia sudah 4 jam (dari jam 6
pagi) di dalam kendaraan. Hal ini spontan membuat kita kembli mengecek hape
masing masing untuk mencari info tentang kondisi Jakarta saat itu.
Dan dari ebberapa
situs berita sudah diberitakan bahwa area ring 1 Istana Negara sudah banjir,
Bundaran HI juga. Beberapa status temen temen gue di bbm juga bilang putar
balik karena nggak bisa ngantor. Dan kita saling bertukar info melalui gadget
masing masing tentang berita Jakarta saat itu. Bahakn beberapa dari kita sempat
bercanda, bahwa enak sekali yang kantornya kebanjiran, karena mereka jadi nggak
ngantor hari itu..hahaha…
Nggak lama sekitar
jam 11.00 siang, all line telepon di kantor mati. Tidak bisa panggilan keluar, hanya
bisa di antar extension saja. Jadilah kami sedkit “santai” dalam bekerja.
Karena kerja kami salah satunya bergantung dari line telepon ini. Dan altivitas
browsing di gadget masing masing kembali kita lakukan sambil menyelesaikan
pekerjaan yang lain.
Cukup kaget juga,
karena saat baca di internet (via hape), bahwa area Jakarta utara udah banjir.
Sunter, kelapa gading, cempaka putih, sudah tergenang. Namun saat itu kita
masih posisitf thinking depan kantor tidak akan banjir, karena sudah dilakukan
peninggian jalan beberapa bulan yang lalu. Sebelumya di tahun 2013 dan 2014
depan kantor banjir parah sampai ke arah seberang dalam Indosiar.
Kabar yang mengejutkan !
Kembali bekerja
menyelesaikan tugas, dan seiring waktu berjalan, nggak terasa Jam di layar
laptop gue menunjukkan pukul 11.50. Hmm bentar lagi makan siang pikir gue.
Suara hujan sudah agak mereda, namun terdengar masih gerimis. Karena posisi
ruangan departemen gue yang agak di belakang, bisa dibilang kita nggak bisa
lihat hujan. Hanya megandalkan suara yg terdengar saja.
“bling bling” bunyi
notification BBM di BB 9650 gue dan gue cek saat itu jam 11.57. Saat itu gue
lagi mau makan siang bekal yang gue bawa dari rumah. Setelah 3 suap, baru gue buka bbm dan gue lihat ada pesan dari
rekan di HRD, Wiwi namanya, yang memberi info bahwa gg.macan sudah banjir
selutut, dan parkiran bawah apartemen centro sudah sebetis. Karyawan yang bawa
kendaraan diminta untuk mindahin kendaraannya.
Njirr, cukup kaget juga gue terima kabar ini. Nggak lama langsung
gue bales “beneran nih? Info dari siapa?”
Dan balesannya “dari
kurir cabang yang dateng ke sini (pusat)”. “buruan pindahin motor elu, gue aja
juga mau pindahin posisi mobil gue”
Wah kalo ini mah
valid infonya. Nggak mungkin kurir kantor bohong. Coba kontak temen di
departemen Accounting, juga membenarkan info tersebut. Mereka juga akan
mengevakuasi motor mereka yang ada di sana. Menurut mereka, Pihak Apartemen
tidak bisa telepon ke kantor karena telepon mati. Hal ini juga diamini pihak
security di bawah.
Oh no… awalnya mau
makan malah jadi kepikiran… Gimana ini?? Gimana nasib motor gue? Aman? Atau…jangan….jangan…??
ahh daripada bingung gue mutuskan untuk evakuasi motor gue dulu dari parkiran. Ditemani
Rudolf, Section Head gue, kita pun jalan ke Apartemen Centro, dengan misi yang
sama : Menyelamatkan motor kita masing masing! Dan kita pun kembali memakai jas
hujan, sendal jepit dan helm, untuk jalan ke apartemen Centro.
Dan setelah turun
sampe di bawah (karena rangan gue di lantai 3), kaget lah apa yang gue lihat di
depan kantor. Arah ke Cengkareng macet total, sedangkan arah ke Grogol lancar.
Saat kita maju ke depan hingga sampai di jalan raya, tambah terkejutlah kita,
pandangan ke arah cengkareng sungguh luar biasa. Tepat di deapn gg. Macan,
depan KFC, air menggenang setinggi lutut orang dewasa. Alamak! Gimana nasib
motor gue di sana?? Mana kondisi sat itu masih gerimis pula….Ya Allah….Jangan - jangan motor gue….Aaarrgghhh.....
And the Evacuation is begin ! Wait for me, Vinny !
Okey..okey..stop! buang
dulu pikiran itu. Tenangkan diri..! Sekarang targetnya adalah, sampe ke
apartemen Centro! Dengan perasaan yang campur aduk, galau, kesal, gue pun coba
lawan dan terobos banjir ini. Cukup sulit dan berasa berat juga ayunan langkah
kaki berjalan di dalam air selutut ini. Terkadang gue juga sedikit terperosok
juga, mengingat kontur jalanan yang tidak rata juga. Namun dengan tekad dan
semangat yang kuat, beratnya langkah di air bisa gue kalahkan, dinginnya cuaca
bisa gue lawan, basahnya baju dan celana bisa gue hiraukan. I must saved my
bike! Sabarlah Vinny! I’m coming! It doesn’t matter I’m gonna wet! Evacuation
must go on! Please GOD, don’t make a heavy rain again!
Setelah susah payah
berjalan (sampe terbawa arus juga karena ada mobil yang lewat), akhirnya gue
sampe juga di apartemen centro. FYI, parkiran jatah untuk kantor gue ada di
posisi agak ke bawah. Dan gue liat disana…oh no…sunggu view yang mengejutkan!
Air sudah meninggi, walaupun tidak setinggi air di jalan gg macan (karena di
depan apartemen da semacam tanggul kecil). Bahkan kantor pemasarannya pun sudah
tergenang air juga.
Posisi parkir Vinny
termasuk aman, air hanya sampai tepat di blok mesin bawah. Namun untuk
evakuasinya, harus sedikit menerjang cekungan air yang ada sebelum tanjakan.
Karena gue lihat posisi air masih di bawah blok mesin, artinya mesin masih aman
untuk langsung dinyalakan. Gue coba stater, daan Viola!! Mesin menyala sempurna
tanpa sendat! Alhamdulilah… Bersyukur masih menggunakan motor sport yang posisi
ground clearence nya masih lebih tinggi dibanding bebek atau skutik.
Tengok ke belakang,
ternyata motor Mio Rudolf box cvtnya sudah sedikit tergenang air. Wah parah
juga di area parkiran yang agak belakang ini. Disitu gue berpesan sama Rudolf
untuk jangan dinyalakan dulu. Namun karena melihat posisi knalpot yang masih
lebih tinggi, Motor coba dihidupkan dan akhirnya hidup sempurna tanpa berebet.
Jadilah kita berdua naik ke atas, mengendarai kuda besi masing masing mindahin
motor ke lokasi yang lebih tinggi, sesuai saran dari security di sana.
Sampe di parkiran
atas, Rudolf merasa motornya tidak bisa berakselerasi seperti biasanya. Oleh
teman dari departemen lain yang memiliki matic juga, akhirnya dibantu melepas selang
hawa yang ada di box cvt, dan diminta untuk di gas dengan poisisi standar
tengah. Dan Air mengucur dengan banyaknya dari lubang selang hawa tersebut.
(gile…ckckck…)
Motor sudah
diparkiran yang aman. Namun kegaluan kembali melanda hati kami dan teman teman
sekantor. Masa iya cuman mindahin gini aja? Gimana pulang nanti? Masak capek
capekan lagi ke sini? Setelah diskusi, akhirnya diputuskan motor kita bawa
masuk ke parkira kantor. Dengan alasan biar saat pulang lebih mudah. Oh ya
berbeda dengan para pemilik mobil, yang disediakan parkiran agak ke atas,
mereka aman, jadi tidak perlu mindahin mobilnya ke dalam kantor.
Namun hati kembali
galau ketika mau evakuasi motor ke kantor. Lewat mana? Ya, karena jalanan gg.macan
depan apartemen centro banjir selutut. Sangat sulit di terjang. Akhirnya coba
melobi satpam kantor BNI, di seberang centro (yang mengarah ke jalan daan
mogot), akhirnya diijinkan melintasi kantor untuk samp ke depan (jl. Daan
mogot).
Akhirnya gue
terjanglah jalan itu, bersama Rudolf dan teman teman kantor lainnya. Masuk ke
kantor BNI melaui pintu belakang, lalu bersiap menyebrang. Dan ketika
menyebrang sukses merapat di jalur busway, gue kudu muter di bawah flyover.
Sukses kembali. Dilanjut menerjang bajir kembali (tepat seberangan dengan gg.macan).
Alhamdulilah dilalui tanpa kendala. Tepat jam 13.30 saat gue parkirin motor di
kantor. Fiuh..cukup lama juga proses evakuasinya. Oh ya, saat evakuasi, si Ando
tidak ikut, karena saat terlambat, dia sudah
numpang parkir di kantor karena sudah kesiangan.
Setelah itu, lanjut
bekerja kembali. Kepikiran proses evakuasi tadi, membuat gue jadi nggak nafsu
makan siang lagi. Yang ada malah memikirkan gimana caranya pulang nanti…huufff…
Is it Real ? Yes it's really heavy traffic ! the hell's street !
Nggak berasa waktu
udah nunjukkin jam 17.30, yang artinya waktunya kita pulang kantor. Berbekal
pengalaman tadi siang, kita bertiga memutuskan untung langsung pulang aja. Sampe di parkiran, dan kita melihat kembali
pemandangan di seberang sana (jalan arah ke Cengkareng) yang kembali membuat
kami tercengang! Ternyata, macet total sodara sodara! Hampir semua kendaraan
roda 4 mematikan mesin kendaraanya. Bukti kalo memang macetnya memang sangat
parah! Tapi herannya kenapa tidak ada info dari kantor untuk segera pulang
cepat ya? Tapi ya sudahlah…we must go home now! Hujan gerimis juga masih
berlangsung saat itu, sehingga diputuskan jas hujan kita kenakan langsung.
yang ke arah kanan adalah arah ke Cengkareng. Yang ke kiri arah ke Grogol. Efek banjir di gg.Macan. Foto saat gue mau otw pulang.
Sebelumnya kami
bertiga sempat mengecek jalanan di depan dulu. Dan begitu kami menoleh ke arah
kiri (ke arah Grogol), oh la la…ternyata macet juga sodara sodara! Depan kantor
kosong karena tidak semua kendaraan berani menerobos banjir yang ada di
seberang gg. Macan tadi. Banyak terlihat beberapa motor yang batuk batuk, dan
sedang bongkar busi. Ada yang sedang geber geber mesinnya juga. Yaa ampuun…. Akhirnya
gue dan Rudolf memutuskan untuk cek kondisi jalan dulu melalui jembatan
penyebrangan Indosiar. Dari atas jembatan viewnya sama aja, tetap padat. Namun
bisa kami pastikan genangan hanya terdapat di sebelah kiri. Jadi kita pastikan
untuk lewat jalur busway saja.
Start bertiga dengan
Ando, yang ternyata pak Edison ikut bonceng si Ando untuk bareng sampe di Grogol. Jalur yang kita gunakan adalah di
jalur busway. Cukup lama juga selap selip dan menunggu disini. Entah berapa
lama ikutan stuk juga di jalur ini karena gue nggak pake jam tangan, dan BB ada
di saku atas di dalam jaket dan kondisi juga masih gerimis. Dari jalur busway,
kita memotong ke jalur kiri, setelah melewati genangan yang dalam. Karena kita
lihat di jalur paling kiri ini, motor masih bisa berjalan walaupun sangat
perlahan. Saking parahnya jalanan macet, lebih cepat orang yang berjalan kaki
melewati kita, hehehe…
Rombongan kita bertiga
sempat terpisah ketika mulai memasuki lampu merah grogol. Sempet kepikiran
untuk coba berhenti di SPBU lampu merah grogol, namun dalam pikiran gue saat
itu adalah “I must go home now!”. Jadilah motor gue jalankan lurus. Saat itu
posisi gue sudah riding sendiri, terpisah dari Rudolf dan Ando, karena gue
sempat melihat mereka bisa lolos lebih dulu dari kemacetan yang ada. Dari
situlah gue tahu bahwa posisi gue di belakang mereka.
Sampe lampu merah
Grogol, langit sudah gelap. Terlihat arus lalu lintas yang sangat semrawut saat
itu, yang sudah tidak jelas kemana saja arah mobil yang mau lewat. Ada beberapa
polisi juga yang berjaga. Lihat ke arah kiri, ke arah Pluit, lalu lintas di
tutup. Ya berita dari situs warta di internet, memberikan informasi bahwa area
sana beberapa sudah tergenang sejak siang tadi. Sempet berhenti sebentar kira
kira 5 menit dengan posisi tetap di atas jok motor untuk mengumplkan energi,
guna melajutkan perjalanan lagi. Disini gue sempat bersyukur karena bersama si
Vinny, bukan si Melon. Entah kalo sama si Melon, mungkin masih di depan kantor
posisi gue…atau malah Melon terpaksa gue tinggal di kantor…(amit amit). Dalam
masa isitrahat itu, gue juga mendengar info dari orang orang di sekitar, bahwa
arah Roxy juga sudah tergenang, dan nggak bisa dilalui. Ya udahlah, emang gue
nggak mau lewat Roxy kok.
Selesai berisitrahat,
gue memutuskan untuk lanjut lagi. Vinny gue arahkan ke depan, ke arah kolong
jembatan Grogol. Perlahan gue lalui, kembali selap selip diantara kopaja. Dan
tiba disaat ada kopaja yang ngerem mendadak di depan gue, yang membuat reflex gue
harus ngerem mendadak, dan membuat kaki kanan gue turun dari foot step untuk
menahan bobot motor yang miring ke kanan. “byur” terdengar suara air ketika
kaki kanan gue turun dari footstep. Tapi gue rasain lho kok berasa kaki dingin
yah? Gue cek ke kanan bawah, oh lala, ternyata air sudah semata kaki sodara
sodara. Itu posisi saat gue masih diatas motor loh. Gila! Gelapnya kondisi saat
itu membuat gue nggak ngeh dengan kondisi sekitarnya, meskipun lampu motor
menyala normal.
Kembali jalan perlahan
dengan menahan gas sekitar 2500 rpm agar mesin tidak mati, Vinny gue pacu belok kiri naik ke arah jembatan Grogol.
Posisi saat itu semakin maju air semakin tinggi, makanya gas gue tahan biar nggak
drop. Akhirnya dengan susah payah, gue dan Vinny berhasil sampe ke atas
jembatan grogol. Dan ternyata di atas kondisinya pun sama, sudah macet total
juga. Selap selip kembali diantara mobil mobil untuk bisa sampe ke depan, ke
arah turunan jembatan grogol.
Setelah posisi motor
sampai di puncak jembatan, gue melihat sesuatu yang aneh. Ya, ada genangan air
di depan sana, tepat di depan Koramil Grogol. Dan gue juga lihat banyak sekali
bikers yang parkir di arah ujung jembatan tepat di depan genangan air tesebut.
Ohla la… whats wrong in there?
Gue coba menepikan
Vinny tepat di depan gerbang Trisakti, dan memutuskan untuk coba berjalan ke
arah sana. Alamak!! Ternyata banjirnya dalam! Yang jelas sudah sepinggang orang
dewasa! Gue kira yang dalem cuman di depan Trisakti doang seperti biasanya,
ternyata tidak! Beberapa biker mencoba terabas dan akhirnya mesinnya mati, dan
beberapa bikers gue lihat mencoba nerobos air dengan kondisi mesin dimatikan,
lalu di dorong hingga mencapai seberang (dekat
dengan pintu masuk tol Grogol). Entahlah apa motor mereka bisa dinyalakan di
ujung sana. Lemas lah hati ini melihat kondisi jalan seperti tu…dan gue
memutuskan kembali ke parkiran dimana tempat si Vinny berada.
Coba kontak Rudolf,
untuk menanyakan posisinya dimana, karena logikanya kalo dia tadi di depan gue,
harusnya gue melihat dia di deretan depan tadi. Dan ternyata posisi Rudolf ada
di belakang gue parkir. Kira kira terhalang 5 mobil. Dan dia pun akhirnya maju
nyusul gue utuk ikutan parkir. Jadilah gue berdua meratapi nasib, stuck di atas
jembatan Grogol ini.
Setelah itu, kita
coba kabarin kondisi kelaurga masing masing via hape. Dan gue pun menghubungi
Adek gue untuk bilang kondisi terkini yang gue alamin. Setelah selesai,
dilanjut Obrol obrol dan baru keingetan sama si Ando! Ya, kemana rekan kita
yang satu itu? Coba call nggak diagkat. Ya sudahlah pasrah, mugkin dia sudah
sampe depan, sukses menembus banir, mengingat rumahnya paling jauh diantara
kita, yaitu di Cikarang. Dan Rudolf pun ke jalan depan untuk melihat lihat
kondisi di depan. Setelah puas dia kembali dan kembali gantian gue yang ke
depan untuk melihat kondisi terkini. Namun ternyata belum ada perubahan, dan
tidak ada pertolongan dari mobil TNI. Ojeg gerobag ternyata ada, namun hanya
dua, dan itu pun gerobaknya kecil sekali. Motor bebek aja ngepas untuk naik ke
sana, apalagi motor laki kaya si Vinny. Mungkin malah tidak muat… Huff….akhirnya
gue pun kembali ke parkiran.
Sampe di parkiran,
ternyata si Ando sudah ada di sana, bersama Rudolf dan pak Edison juga. Cerita
punya cerita, ternyata dia tadi mampir SPBU di Grogol tadi untuk membeli
makanan dan isi bahan bakar. Dan jadinya kita berempat seperti anak hilang,
yang bingung bagaimana caranya untuk pulang. Suasana saat itu cukup mencekam
juga, karena rasa lapar sudah mulai menghampiri kami. Dan pak Edison pun
berbagi biskuit roma yang dia beli tadi di minimarket sebagai pengganjal perut.
Oh iya, selama proses kita menunggu yag berharap air surut, dan akhirnya ada
beberapa mobil nekad menerobos, yaitu truk dan bus besar. Disini Rupanya Bus
P.02 jurusan Kp.Rambutan - Kali Deres Mayasari Bakti ikutan merayap. Lalu pak
Edison izin untuk naik bus tersebut untuk kembali ke rumah. Hati hati pak di
jalan... dan tinggal kita lah ber tiga disini.
Waktu terus berlalu,
entah sudah berapa lama kita menungu disini. Ando sempat mengajak gue sama Rudolf
utuk “berenang” terabas banjir, dengan menutup lubang knalpot dengan tas
plastik. Gue menolak, dengan alasan mesin motor kita bertiga sudah injeksi,
jadi riskan jika dipaksakan, meski mesin dimatikan. Khawatir ada korsleting
listrik yang bisa mengacaukan fungsi dari ECU nya nanti. Meskipun kita coba
dengan cara cabut aki.
Rupanya beberapa
bikers di depan sudah mulai emosi dan kehabisan kesabaran. Mereka mencoba untuk
menjebol pagar BRC yang menjadi pembatas jalur arteri dengan tol dalam kota.
Pagar sukses dirobohkan oleh para bikers dan dijadikan alas untuk motor turun.
Namun, rupanya masih ada 2 batang pipa besi penghalang lagi yang jadi kendala.
Ya, karena pipa itu membuat ancang ancang motor untuk diangkat menjadi terlalu
tinggi. Hanya motor bebek saja yang bisa diangkat dengan mudah tanpa khawatir
mentok. Disini para bikers bergotong royong saling membantu mengangkat motor.
Karena tidak semua
motor bisa langsung lewat, Lalu para bikers mencoba alternatif kedua : maju
menerobos banjir sampai titik awal perbatasan pagar, naik ke atas perbatasan
itu, dan riding kembali melewati pembatas kembali ke titik awal pagar yang
dirobohkan, baru dibantu diturunkan kembali oleh bikers yang stand by disana.
Trik ini cukup berhasil, namun hanya motor bebek dan matik saja yang bisa
lewat. Itu pun dengan syarat, sampe di ujung, motor harus bisa dihidupkan,
karena jalur naiknya pas satu motor, dan motor tidak bisa dituntun, harus
dikendarai.
Beberapa bikers yang
tidak sabar, mencoba salah satu dari kedua trik ini, yang hasilnya bisa
dilihat, arus motor menumpuk di sisi pagar yang sudah dirubuhkan tersebut. Baik
dari arah atas yang sudah berhasil naik dari ujung, maupun dari arah jembatan. Saat
itu gue lihat ada mobil PJR Jasa Marga yang berhenti, dan petugasnya nampak
berbincang dengan para bikers yang ada. Sempat terbesit sedikit harapan ketika
petugas PJR Jasa marga itu datang. Namun tidak lama, mobil petugas pergi
meninggalkan area tersebut . Oh noo…
Disitulah gue merasa
gue merasa kecil dihadapanNya. Ya, gue pun nggak bisa berbuat apa apa menghadapi
ini semua. Tidak ada perbekalan, hanya sebungkus biskuit roma yang dibeli oleh
si Ando tadi di mini market di spbu grogol tadi yang sudah habis kami makan
berempat. Tidak ada pertolongan juga yang datang. Mau putar balik sudah tidak
bisa, karena jalur dibelakang sudah padat. Kalau pun bisa, mau ke arah mana,
mengingat jalur di bawah juga sudah menggenang…. Disinilah sepanjang hidup gue,
akhirnya merasakan penderitaan sebagai “korban banjir”.
Nggak lama kita
bertiga melihat mobil Jasa Marga kembali menepi di dekat pagar yang sudah roboh
tadi. Namun ada yang berbeda, yaitu ditemani mobil PJR dari PATWAL! Ando pun
bergegas lari ke depan untuk melihat sikondnya, begitu juga dengan gue dan Rudolf.
Motor kita tinggal di parkiran.
Disana gue melihat
bahwa semula pagar besi yang melintang, sudah berhasil dijebol oleh para
bikers. Dan kalo melihat bekasnya, seperti dipotong dengan gergaji. Entah
apakah dari petugas Jasa Marga yang membawakan atau bukan, kurang jelas juga
infonya. Yang jelas, salah satu sisi besi itu sudah terpotong, dan kemudian
besi itu di bengkokkan ke atas, sehingga membuka celah kembali untuk dilalui
motor. Akhirnya beberapa motor berhasil
melaluinya dengan mudah, meskipun harus diangkat juga. Tapi paling tidak,
diangkatnya tidak perlu terlalu tinggi seperti masih posisi dua batang besi
terpasang.
Dan kita bertiga
kembali berkumpul di tempat parkiran. Akhirnya disepakati kita lompati itu
pagar itu, dengan saling bahu membahu angkat motor kita bertiga gantian.
Mulailah kita mengantre bersama orang orang disana untuk saling mengangkat
motor.
Setelah lama
mengantre, akhirnya gue dan ando bisa di posisi di depan. Namun apa yang
terjadi? Ternyata orang orang tidak ada yang mau membantu mengangkat motor gue
sama Ando, yang notabene emang motor laki. Kebanyakan yang ditolong adalah
motor bebek dan matik. Akhirnya dengan gagah berani, si Ando turun dari motor,
dan spontan mengangkat roda depan motornya. Gue pun spontan standarin motor gue,
dan membantu mendorong motornya dari belakang. Dan akhirnya beberapa orang
membantu aksi gue berdua.
Hal yang sama gue
lakukan di motor gue. Disaat proses pengangkatan terdengar bunyi “krek” dari
motor gue, namun gue teriak ‘lanjuut” Dan alhamdulilah motor gue berdua
akhirnya bisa “nyebrang” ke jalan tol. Di dalem jalan tol gue cek ternayata
cuman spakbor gue yang patah, karena tadi sempat tegelincir rodanya ke batang
besi itu saat proses evakuasi. Tapi nggak apa apa lah, yang penting stater masih
bisa jalan.
Motor Rudolf karena
cuman Mio, dengan mudahnya dibantu orang orang disana. Sebagai rasa syukur gue
karen motor udah dibantu, akhirnya gue sama Ando gantian membantu mengangkat
motor orang orang yang ada. Setelah sekitar 4 motor kita bantu turunin,
akhirnya kira mundur, gantian dengan orang yang sudah dibantu tadi.
Disana gue nggak bisa
ambil foto, dikarenakan dengan alasan etika. Namun ketika gue browsing, gue
menemukan gambar ini. Yah meskipun gue sendiri juga udah agak agak lupa apakah
ini yang barengan gue atau sebelum gue, atau bahkan setelah gue nggak tau juga
lah. Berikut ini fotonya yang gue dapet dari pasangmata.detik.com
Foto gue edit sedikit biar lebih terang. Tampak motor yang mencoba turun untuk masuk ke dalam jalan tol
Setelah itu, dari PJR
menyuruh kita untuk segera meninggalkan lokasi agar tiadk membuat kemacetan di
tol. Bersiap siaplah kita untuk perjalanan pulang.
Saat mau pulang, ada
Bapak bapak meminta tolong kepada gue untuk minta dibantu derek motornya keluar
dari tol, karena tidak bisa hidup. Lalu gue coba minta tolong kepda Ando apakah
bias dibantu, dan akhirnya temen gue ini mengiyakan. Ditarik dengan tambang
yang memang sudah disiapkan dari si pemilik motor, yang ternyata digunakan
sebelumya untuk mengikat barang bawaanya.
Setelah oke,
meluncurlah kita di jalan tol, menggunakan bahu jalan, dan keluar di gerbang
tol terdekat, dimana sudah ditunggu oleh mobil ajsa marga juga disana, yang
mengarahkan para biker untuk keluar. Saat berjalan menuju pintu keluar tol, gue
lihat di sebelah kiri banyak para bikers yang mencoba menghidupkan mesin
motornya. Gue rasa mereka ini yang tadi mencoba terobos banjir dengan cara
dituntun tadi. Dan ini adalah kedua kalinya Vinny melintasi jalan tol, setelah
sebelumnya di tahun 2014 Gue juga melintasi jalan tol, namun jalan tol jagorawi
tmii - cawang
Si bapak tadi kita
derek sampe di dekat flyover pancoran, karena gue inget disana ada bengkel yang
masih bua sampe malem. Si Ando pun ketika sudah masuk arteri langsung meluncur
meninggalkan gue berdua Rudolf untuk mengantarkan bapak tadi ke bengkel. Gue
sengaja menunggu Rudolf, karena motor dia kembali trouble karena gasnya tidak
bisa dibetot lebih kencang lagi. Gejala slip belt cvt rupanya, jadi motornya
cuman bisa dipacu maksimal 40 km/jam saja.
Sampe di loaksi
bengkel ternyata bapak tadi baru saja melepaskan tambang ikatannya dari motor
Ando. Nggak lama bapak tadi mengucapkan terima kasih kepada kita bertiga. Dan
Ando pun langsung pamit bablas meninggalkan gue berdua Rudolf yang masih jalan
perlahan. Sampai di BNN, berpisahlah gue sama Rudolf, dia ke kiri ke arah Kali
malang, sedang gue lurus ke arah Halim.
Sampai di daerah Pinang ranti arah SMA 48 ada genangan cukup
dalam disana. Namun karena sebelumya pernah lewat sini tingginya masih bisa dilalui
oleh si Vinny, jadi go show aja. Tampak di depan ada motor matik sempat
kesulitan dalam menerobos genangan ini yang tingginya sebetis kaki orang
dewasa. Setelah lolos, gue injak dan tahan tuas rem belakang agar teromol panas
dan membuat kering. Setelah yakin rem depan belakang sudah kembali pakem, gas
gue bejek lagi menuju Tamini square dan lanjut pulang. Kondisi saat itupun
masih gerimis, sama seperti saat sore guepulang kantor.
Sampe rumah akhirnya
gue cek di BB gue tertera jam 00.30. Alhamdulilah, Syukur gue panjatkan
kehadiratmu ya ALLAH SWT sehingga gue sampe di rumah dengan selamat, tanpa
kurang satupun, kecuali spakbor depan yg patah tadi saat proses ekevakuasi. Tapi
gpp, itu bisa dibeli, yang penting sampe rumah dulu. Sunguh, mimpi buruk yang
sangat mengerikan buat gue, di tanggal 9 februari 2015 ini.
Setelah mandi dan
bersih bersih, gue pun tidur dengan lelapnya hingga Subuh menjelang, dan memutuskan
untuk tidak masuk kantor, khawatir bisa sampe tapi tidak bisa pulang. Tentu
saja Manager gue dan Rudolf sudah gue kabari tentang hal ini.
Epilog, yang
tertinggal dari banjir kemarin
Berikut ini foto foto
yang gue cari di Internet saat banjir berlangsung. Lucunya ternyata di lokasi
gue itu sudah banjir sejak siang, namun infonya tidak ada saat gue cek di internet kemarin.
Silahkan nikmati foto foto nya :
Didepan Trisakti......
Grogol sudah sejak siang banjirnya....terlihat Patas itu saat gue sampe disana masih belum di evakuasi
sumber : pasangmata.com dan Metro tv.